Wednesday, January 17, 2007

Mari Bersulang di Ambang Lajang

Jumat petang, menjelang akhir pekan
Tak sabar bertolak ke kota yang sudah direncanakan
Pergi bersama dua orang kawan
Untuk bertemu dengan lainnya yang berjumlah puluhan
Kesempatan berjumpa sang arjuna, lengkap dengan rombongan punakawan
Membayangkan saja sudah sangat menyenangkan

Pesan singkat dari sahabat sedikit membuat adrenalin tercekat
Dia sudah tiba di tempat yang menjadi titik kami berangkat,
sementara aku masih terjebak di jalan yang padat
Lantas kami bertolak dari barat,
ke tempat yang selama seminggu menjadi pembicaraan hangat
Untuk melihat cincin kawin tersemat
Janji setia terucap, meski dalam irama lamat-lamat

Larut malam kami tiba
Disambut langsung sang mempelai pria
Yang dengan lantang berkata, “Ada kerjaan buat lo berdua.”
Tugas suci dari si pengantin membawa kami ke suatu masa
Dimana pejaman mata menjadi hal istimewa
Yang sangat sulit dirasa, meski kantuk melanda
Terima kasih telah membawa kembali sepenggal peristiwa
Sehingga kami tidak pernah lupa,
meski kini tidak lagi mengerjakan SPA

Malam semakin meninggi
Ketika akhirnya pekerjaan terakhir bisa kami lewati
Kasur empuk kemudian menjadi saksi
Bahwa sang mempelai pria sudah ternodai, tidak lagi suci
Tapi tampaknya ia tak peduli
Berbagi peraduan dengan dua bidadari? Kapan lagiiiii……
Dan ketika aku bangun keesokan pagi
Sudah ada satu sahabat lagi, Andi
Calon pejabat yang rela tidur di kursi
Karena tidak kebagian tempat di sisi kami, malang sekali….

Untungnya langit mendung tidak menggelayut
Dalam keceriaan matahari seakan menyahut
Sumpah yang dibacakan penghulu disambut,
dengan hati yang berikrar untuk selamanya bertaut,
hanya bisa dipisahkan maut
Berjuta perasaan terangkum dalam tiap raut
Dan semua yang hadir pun ikut larut
Dalam suka tanpa serpihan kalut
Dalam cita yang jauh dari carut-marut

Mereka kini resmi suami-istri
Tidak lagi hidup sendiri-sendiri

Memasuki babak resepsi
Bala kurawa serempak datang dan melancarkan sejuta aksi
Dimulai dengan rengekan menumpang mandi
Sampai ribut-ribut karena perut belum diisi bongkahan nasi
Tapi tanpa mereka, pesta pasti terasa sepi
Karena senyum mereka senantiasa menghiasi
Dan polah mereka tak ada habisnya mengisi,
setiap detik seremoni yang jauh dari guratan tradisi

Pesta sederhana digelar dengan kain putih mendominasi
Alunan musik jazz setia menemani
Gemercik air di kolam tempat koi berenang kesana-sini
Sederet sofa empuk terparkir bagi mereka yang merasa letih di kaki
Para pengamat bisu yang membuat perayaan menjadi lebih berarti
Sayang sekali bola sodok di sudut ruang tidak dapat berfungsi
Namun kami sangat puas dengan rangkaian kulinari
Dan kesempatan berfoto ribuan kali,
bersama pasangan pengantin maupun hanya kami sendiri, narsistik sekali

Jelang petang kami pamit pulang
Ke tujuan yang sama darimana kami datang
Membawa berjuta kenangan yang tak mungkin lekang
Bertemu kawan yang tidak sedikit terbilang
Perjumpaan singkat menyapu rindu namun tetap tak hilang
Ucapan selamat sekali lagi kami haturkan lantang
Kepada sejoli yang mabuk tak kepalang
Dalam balutan cinta yang kami harap tak pernah renggang
Mari bersulang di ambang lajang

Jakarta, Januari 17 2007

Labels:

Monday, January 15, 2007

Balada Tahu Tempe

Aku suka tahu
Setidaknya aku pikir begitu
Satu setengah tahun terakhir aku selalu makan tahu
Tidak pernah kulewatkan satu hari tanpa tahu
Bahkan, aku selalu bermimpi tahu
Aku menjadikan tahu sebagai sandaran hidup
Aku menjadikan tahu sebagai pandangan hidup
Aku makan tahu yang sama setiap hari
Dengan begitu aku menjalani hari yang selalu sama
Bagiku, tahu adalah hidup itu sendiri

Suatu hari, aku mendapat kesempatan
Kesempatan memakan tahu yang paling enak di dunia
Setidaknya begitulah yang ada dalam benak setiap orang
Jantungku berdebar gembira
Hatiku berseru tertawa
Banyak yang menaruh iri kepadaku
Karena hanya sedikit yang bisa mendapat kesempatan itu
Tidak lama lagi, tahu eksklusif itu ada dalam genggamanku
Rasanya tak sabar menanti hari itu
Hari dimana aku bisa makan tahu yang paling mahal
Dan konon paling enak
Langkah besar aku ambil
Meski aku mengerti tahu istimewa punya satu syarat:
Barangsiapa yang sudah mencicipi, tidak boleh lagi kembali ke tahu kelas bawah!

Akhirnya, hari itu tiba
Tahu sudah tersaji di meja, menunggu disantap
Kuhela nafas secukupnya, dan mulai memasukkan tahu istimewa ke mulut
Ternyata,

Huekkkk.........!!!!!!!!!!!!!

Perutku berontak
Rasa getir itu tak kuasa kutahan
Aku muntah sejadi-jadinya
Siapa bilang tahu ini enak????

Lalu aku merenung,
Apa yang salah dari tahu itu
Atau jangan-jangan aku yang keliru
Apa sebenarnya selama ini aku tidak suka tahu?
Jangan-jangan aku hanya merasa aku suka tahu?
Atau apa yang aku makan selama ini ternyata bukan tahu sejati?

Aku menceritakan hal ini kepada semua orang yang kukenal
Pendek kata, mereka bilang, "Kamu tolol!! Cuma ada satu tahu di dunia ini yaitu tahu istimewa itu. Kmu bukan pecinta tahu klo tidak bisa memakan dan menikmati tahu itu!!!"
Aku kehilangan arah...bingung setengah mati
Lalu aku mencoba membiasakan diri dengan si tahu istimewa
Aku mencoba menelannya, meski amat sulit
Semakin lama, hanya getir yang bisa kukecap
Dan aku tidak bisa kembali ke tahu murahan yang sangat aku suka
Sakit sekali rasanya...

Hingga suatu hari,
Aku memutuskan berhenti makan tahu
Aku benci tahu
Aku muak dengan segala filosofi yang terkandung di dalam tahu
Aku harus mengambil sikap, aku harus berontak
Selamat tinggal tahu

Sekarang, aku makan tempe setiap hari
Entah sampai kapan
Meskipun rasanya tidak selembut tahu
Dan bentuknya mirip kumpulan jerawat wajah
Aku menyukainya
Entah sampai kapan
Aku sangat berharap bisa menautkan hatiku pada tempe
Aku sangat berharap bisa selalu setia pada sebentuk tempe
Tempe yang sudah menyelamatkan hatiku, hidupku


Jakarta, Januari 15, 2007

Labels: