Monday, October 09, 2006

Ketika Manusia Menemukan Perannya

Seminggu yang lalu saya menonton film paling anyar karya M. Night Shyamalan, Lady in the Water. Sebuah film unik khas sutradara India-Amerika itu. Seputar mitos yang banyak dikontekskan pada pencarian diri manusia yang tiada habis, banyak pesan moral yang ingin disampaikan. Entah niat baik Shyamalan itu sampai ke penonton atau tidak atau justru banyak orang yang menganggap filmnya kacangan dan sangat tidak masuk akal. Namun, bukan Lady in the Water sebagai film yang ingin saya tulis kali ini, tapi apa yang nyangkut dalam benak saya ketika film tersebut usai saya tonton.

Bahwa manusia saling terkait satu sama lain. Manusia menganggap diri mereka sebagai individu, orang per orang yang tidak punya urusan atas urusan orang lain. Tapi itu salah besar. Segala tingakan individu memberi pengaruh terhadap individu lain bahkan komunitas masyarakat dalam skala besar. Sekarang tinggal bagaimana tiap kepala menemukan peran yang ia mainkan dalam pembabakan hidupnya.

Dikisahkan seorang pengurus apartemen bernama Cleveland yang hidupnya terenggut ketika keluarganya diambil paksa oleh sekelompok perampok. Ini plot khas sutradara bernama asli Manoj Nelliattu Shyamalan, latar belakang kekerabatan yang menonjol. Ia menyibukkan diri dengan pekerjaannya, tidak punya kehidupan lain, dan merasa tidak diperlukan selain oleh penghuni apartemen untuk membetulkan lampu atau toilet mampet. Siapa sangka ia punya peran besar dalam upaya perdamaian dunia, beserta penghuni apartemen lainnya...

Ekstrem memang, namun realita itu cukup menampar. Mengajak manusia untuk memikirkan sekecil apapun tindakan yang diambil. Juga mengajarkan kita untuk bijak mengambil keputusan. Misalnya ketika Vick si Bejana, yang diperankan sendiri oleh sang sutradara, yang tetap memilih melanjutkan novelnya walau nasibnya telah diberitakan garisnya oleh Story, MATI. Karena tanpa novel Vick, seorang pemimpin di masa depan tidak akan terinspirasi oleh pemikiran-pemikirannya. Sebuah novel berjudul Cook Book, judul yang unik, yang akan mengubah keadaan dunia yang sedang berkecamuk.

Sosok Story, peri dari Blue World yang diutus untuk menemui Bejana, dalam persepsi saya adalah gambaran Shyamalan tentang kebutuhan manusia untuk percaya terhadap dunia di luar jangkauannya, baca: Tuhan. Kepercayaan itu membuat manusia selalu kuat dan tetap bertahan hidup. Memang selera humor Shyamalan yang besar (atau aneh..hehe) tergambar jelas, misalnya ketika Story berkomunikasi dengan Cleveland memakai HT, kocak. Kalau justru itu yang menjadi pusat perhatian audiens, saya kecewa berat...

Ketika Story sudah bertemu Vick, cerita justru baru dimulai. Ketika Story mendapat halangan untuk pulang ke negeri asalnya, di situlah pelajaran moral berawal. Bagaimana individu digambarkan mempunyai peran yang saling melengkapi. Bagaimana mereka harus bekerja sama untuk satu tujuan. Mengharukan sekaligus menginspirasi. Dan momentum untuk menyadarkan manusia akan perannya tidaklah bisa diprediksi, sontak datang tanpa pemberitahuan. Satu lagi karya brilian sutradara berdarah Asia.

Two thumbs up, Night!!

1 Comments:

Blogger Helman Taofani said...

Belom nongton sih, cuman orang yang suka Shaymalan emang sama anehnya ama dia yak...hehe. Entah kenapa emang jalan pikir gw aja yang rada ngga nyambung ama dia selepas Sixth Sense (Unbreakable masih mendingan deh).

11:38 AM  

Post a Comment

<< Home