Wednesday, September 06, 2006




Mendadak Dangdut, belum dangdut mendadak
(Spoiler Warning!!!)

Bareng Rosie, Intan, Titi, Ruli, dan Yoga, gw nontong film besutan (cie..) Rudi Soejarwo ini di Ambarukmo Plaza. Jam 17.15 film-nya main. Ditemani sweet corn with cheese crepes dan sebotol air mineral, film siap dinikmati.

The opening. Boring banget. Petris (Titi Kamal), rockstar yang lagi digandrungi generasi MTV, menyanyikan satu lagu live di Cilandak FM. Adegan itu berlangsung terlalu lama yang hasilnya bikin bosen penonton. Corak lagu pop-melo yang dibawakan Petris semakin menambah kebosanan. Eksploitasi karakter Petris langsung terbaca sejak opening film ini. Not-so-good opening scene lah yaa...

The movie. Secara ide, film ini keren. Entry yang disajikan cukup segar, musik dangdut yang dibawakan seorang rockstar. Meski begitu, tema perubahan dalam diri dengan melihat realitas sosial sepertinya masih menjadi santapan empuk sutradara film. Orang kota yang identik dengan manja dan borju (meski mengaku anti kemapanan), mendadak harus mengubah gaya hidupnya 180 derajat.

Cerita bermula ketika Petris pulang dari Cilandak FM, bersama sang kakak sekaligus manajernya Yulia (Kinaryosih) pacarnya dan Gary (Vincent "Club 80s"), Petris terjebak razia polisi. Tak dinyana, Gary membawa 5 kg heroin dalam mobil Petris. Bla..bla..bla..and so...and so... Petris dan Yulia lari dari kejaran polisi untuk menyelamatkan diri dari dakwaan hukuman mati.
Pelarian mereka berakhir di sebuah kampung di bilangan Depok. Tanpa uang, Yulia dipaksa memeras otak.
Adegan beralih ke pertengkaran Vetty Manis Madu dengan pimpinan orkes melayu, Rizal (Dwi Sasono), yang berakhir dengan hengkangnya Vetty dari Senandung Citayam (nama orkes melayu itu). Jadilah Petris sebagai vokalis pengganti Vetty dengan bayaran Rp 30 ribu. Petris kemudian menghabiskan hari-hari dengan menyanyi dangdut dari kampung ke kampung dan tinggal di kontrakan Rizal bersama Yulia.

Petris yang mengganti aliran musiknya itu tampaknya tidak mendapat nyawa dangdut, bahkan hingga film berakhir. Cengkok dan goyangan khas dangdut yang seharusnya bisa menjadi kekuatan film berdurasi 90 menit itu, tidak dihadirkan. Penonton kecewa. Kostum yang sepertinya hanya pas dikenakan Titi Kamal seorang, mengingat liuk tubuhnya yang amat sexy, tidak dimanfaatkan optimal. Hot pants yang seharusnya dipakai untuk memamerkan pantat, belahan dada rendah yang hanya indah jika ada payudara menyembul, dan baju tanpa lengan yang cocok untuk memajang ketiak, tidak dipertontonkan maksimal. Pun perubahan nama Petris menjadi Iis Maduma, tidak terlalu berarti di film tersebut.

Roh dangdut justru terasa di beberapa adegan yang norak dengan sendirinya, entah memang disangaja atau muncul begitu saja di benak penonton. Misalnya ketika Petris menyanyi untuk menggalang dana bagi ibunya Mamat (Sakurta H. Ginting), tetangga Rizal, yang dipukuli majikannya di Saudi Arabia ketika selama menjadi TKW. Di adegan itu Petris merenung bahwa musik dangdut lebih dari sekadar musik, tapi menghibur masyarakat kelas bawah yang sehari-hari lekat dengan kesengsaraan. Angin yang meniup rambut Petris, mata yang berkaca-kaca, dan lengan yang meninju ke udara, tampak begitu....dangdut...

Satu lagi yang benar-benar dangdut, lagu!! Deretan lagu-lagu tema film tersebut seperti Jablai (jarang dibelai), Mars Pembantu, atau TTM (tau-tau masuk, yang sayangnya tidak dinyanyikan padahal sangat membuat penonton penasaran), sangat mewarnai film. Simak penggalan lirik Jablai :

Abis tamasya ke Binaria/pulang-pulang ku berbadan dua/walau tanpa restu orangtua sayang/aku rela abang bawa pulang/..../panggil aku si jablai/abang jarang pulang aku jarang dibelai

Sederhana, jujur, spontan, nyata.

Beberapa alur klise juga masih ditampilkan di film itu..hare geneeee.... Seperti ketika Petris sempat frustasi dengan musik dangdut yang melenceng jauh dari jatidirinya. Dengan sabar Yulia (karakter khas seorang kakak dalam film) mulai menyemangati Petris lewat kenangan masa kecil. "Ingat 'gak waktu ulang tahun lo yang ke 10 dulu...," bla..bla.. sangat klise. Romantisme keluarga, lagi-lagi diangkat menjadi latar film.

Kisah cinta Rizal dan Yulia yang tidak terlalu diangkat justru menjadikannya tidak klise. Karena akhirnya, cinta mereka tidak berlanjut terlalu jauh (hehe..sudah cukup dangdut belum kalimatnya?)

Seorang kawan saya bilang film ini berbujet sangat rendah. Dan itu terlihat sekali. Mendadak Dangdut jarang mengambil setting malam hari karena sangat mungkin syuting malam butuh dana ekstra. Padahal pertunjukan dangdut biasanya diadakan di malam hari, tho? Hanya pada waktu klimaks -yang digambarkan sebagai pertunjukan pamungkas Petris sebelum dicekal aparat keamanan- malam dipakai sebagai latar.

Di akhir cerita, Petris dan Yulia bebas dari tuduhan karena Gary berhasil ditemukan di Batam. Namun, mereka tetap menjalani hukuman karena melarikan diri dari kejaran petugas. Dan Petris pun memilih dangdut sebagai jalan hidupnya. Film ini ditutup dengan teriakan Petris di hadapan napi Rutan Pondok Bambu, “Apa kabar dangdut mania……!!!!”

Intinya, film ini layak tonton. Cukup menggemaskan. Perpaduan cerita segar yang dibumbui penggalan kisah klise dan realita masyarakat pinggiran kota. Just don't take it seriously...

The cast. Dua jempol untuk Kinaryosih. Aktingnya begitu memikat, sangat natural. Jauh di atas Titi Kamal yang sudah berpengalaman bermain di film-film yang pernah melejit. Mendadak Dangdut menjadi mendadak hidup karena Kinar begitu bersinar.

Dwi Sasono juga menjadikan film ini terasa dangdutnya. Seperti dialognya ketika memuji rambut Petris yang tergerai indah, "Set dah..rambut lu wangi bener yak? Pake minyak kelapa apa lu?" Ditambah style yang begitu 'merakyat' komplit sudah predikat Dwi sebagai Bang Rizal, pimpinan orkes Senandung Citayam. Apalagi obsesinya untuk membesarkan alat kelamin, hehe..sangat menggelitik!!

Beberapa cast yang nyempil namun memberi kontribusi berarti seperti Mamat dan ibunya juga diperankan dengan baik. Sakurta yang begitu pas memerankankan anak kampung lancang dan berpikiran kotor (dengan selalu mengomentari dan memandang payudara Petris) menjadi gambaran bagus tentang anak yang dijauhkan dari pendidikan informal di dalam rumah. Sebuah realita bahwa orang tua yang kurang memerhatikan anak tidak hanya terjadi di kompleks orang gedongan, tapi juga masyarakat kelas bawah.

Sayangnya, Petris yang menjadi tokoh sentra dalam film ini justru menampilkan akting pas-pasan. Sehingga, berkat akting Titi yang jeblok, Mendadak Dangdut belum dangdut mendadak.

1 Comments:

Blogger Helman Taofani said...

Jelaaas...secara lu dangdut juga kan yak? Pasti suka lah sama film itu...heuheehuehuheue.

Tapi terus terang jadi pengen nonton gw baca riviu lo. Jangan-jangan gw jiwanya dangdut juga yak. Kebanyakan denger lagu "SMS Siapa" inih.

7:18 PM  

Post a Comment

<< Home